Mengungkap Fakta! Awalnya Sosok Hasan Tiro Seorang Republiken Sejati, Tapi Akhirnya...?


 

PERANG ATJEH 1873-1927 adalah buku karya pertama Hasan Muhammad di Tiro, pendiri Aceh Merdeka yang kala itu masih berjiwa republik dan setia pada Pancasila dan NKRI. Buku tersebut ditulis sebagai bahan skripsi ketika Hasan muda berkuliah di Faklutas Hukum Universitas Islam Yogyakarta dan diterbitkan pada 1948.




Demikian penjelasan Haekal Afifa, S.IP, Alumnus Jurusan Hubungan Internasional Universitas Indonesia, yang juga Ketua Institut Peradaban Aceh (IPA), Sabtu (26/3/2016) pada kegiatan peringatan 143 Tahun Perang Belanda-Aceh, di kantor redaksi aceHTrend.Co, di bilangan Cendana III, Jeulingke, Banda Aceh.

Menurut Haekal, sesuai dengan catatan sejarah, Wali Neugara Hasan Muhammad di Tiro adalah sosok yang sangat cinta kepada Indonesia,itu bisa dilihat dari beberapa catatan dan tulisan yang bertebaran di internet bahwa ayah dari Karim Tiro adalah sosok yang nasionalis alias republiken. Hasan Tiro pernah menjadi ketua Badan Pemuda Indonesia (BPI) Di Lamlo yang pernah mengibarkan bendera Indonesia.


Ihwal kenapa kemudian Hasan berbalik arah dan melawan merah putih? Menurut Haekal ada beberapa alasan. Diantaranya adanya sesuatu yang salah dalam sistem ketatanegaraan Indonesia. Hasan di Tiro pernah mewacanakan gagasan demokrasi untuk Indonesia yang ditulis dalam sebuah buku. Namun dengan gagasan itu pula, Pemerintah RI yang saat itu dikendalikan oleh Soekarno, menjadikan Hasan di Tiro sebagai lawan politik.

Haekal juga menjelaskan, Bila selama ini ada yang mengatakan bahwa perlawanan yang dicanangkan oleh Hasan di Tiro adalah karena kekecewaan disebabkan gagal “meminang” Arun dari SoehartoItu bentuk penyesatan sejarah yang dilakukan oleh beberapa individu yang punya kepentingan lain.

“Gagasan Aceh Merdeka diluncurkan jauh sebelum ladang Arun ditemukan. Ini murni faktor ideologi. Ada yang tidak pas dengan konsep negara Republik Indonesia. Wali pernah mencoba memberikan gagasan lain, namun ditolak dan dia dimusuhi,” ujar Haekal.

Haekal juga menerangkan, jauh sebelum dia memutuskan bergabung dengan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) Komandemen Wilayah Atjeh, Hasan di Tiro masih terus mencoba memberikan masukan tentang konsep membangun tata negara Indonesia. Namun gagasannya tetap ditolak.

“Awalnya memang Wali Neugara adalah republike sejati. Kemudian berubah karena persoalan mendasar. Ideologi. Dia melihat ada ketidakberesan dengan konsep RI. Sebagai seorang pejuang dan ideolog, dia juga melompat-lompat dari gagasan konsep keindonesiaan, nasionalisme Melayu dan selanjutnya ke Aceh Merdeka. Itu waktunya tidak singkat,” ujar Haekal.



Dia juga menjelaskan, kenapa Wali neugara mendeklarasikan Aceh Merdeka tahun 1976 sedangkan pondasi ideologis itu sudah terbentuk tahun 1960an?

“Hasil kajian saya ternyata ada satu faktor beliau mendeklarasikan GAM Tahun 1976 karena resolusi PBB terkait Self determination itu baru dikeluarkan tahun 1974, Itu kemudian dijadikan pondasi hukum untuk melakukan perlawanan berdasarkan sejarah. 

Dari sana dia kemudian merancang semua instrumen GAM, berupa bendera, lambang, deklarasi dan lainnya,” pungkas Haekal.


Sumber: AcehTrend

0 komentar:

Post a Comment